Sabtu, 30 juli 2011.
Bagi sebagian besar mahasiswa HPT khususnya mahasiswa semester VII minggu-minggu ini adalah minggu yang menggembirakan bagi mereka. Karena minggu ini adalah minggu terakhir mereka berada di tempat atau instansi Kerja Lapangannya. Begitu juga dengan aku, sabtu ini aku akan kembali ke kota pelajar itu lagi. Namun, ketika mulai berangkat saja sudah dibuat jengkel oleh ulah sopir angkot. Pagi ini aku menunggu bus jurusan yogyakarta, karna aku menunggu di depan balai yang notabene bukan halte atau tempat pemberhentian bus, alhasil tidak ada bus yang mau berhenti. Akhirnya aku beserta 1 temanku memutuskan untuk naek angkot ke terminal bus kota jombang. Ketika naek angkot aku sedikit kesusahan karena barang bawaannya terlalu berat untuk aku angkat sendiri, waktu itu aku berharap bapak2 angkot nya mau membantu untuk mengangkatkannya, namun beberapa detik aku mencoba mengangkat dan tidak berhasil bapak angkot nya tetap diam aja tidak membantu atau bagaimana, eh malah bapak “nyusu-nyusu” aku untuk segera naek. Saat itu aku mulai jengkel, namun ya sudahlah aku diam saja. Setelah hampir 20 menit, aku sampai terminal kota jombang. Seperti waktu naik tadi, waktu turunpun aku mendapatkan hal yang sama. Tapi karna aku sadar bukan orang daerah situ lagi2 aku diam saja. Namun semakin didiamkan bapaknya semakin nglunjak, ga di nyana bapaknya minta ongkos tambah, ih dalam hati aq jengkel bget. Akhirnya kejengkelanku terbalaskan oleh penumpang lain yang ngomel2 ke sopir angkot itu karna di mintai ongkos tak sewajarnya padahal bapaknya naik tidak jauh dari terminal.
Kejadian di terminal berakhir dan akhirnya aku naik bus “Mira” menuju kota pelajar itu. Setelah hampir 7 jam perjalanan, aku sampai di terminal giwangan. Karena barang bawaanku berat aku meminta tolong jasa angkut untuk mengangkatkan bawaanku menuju tempat mangkalnya bus kota tepatnya jalur 7. Ternyata bus nya belum ada di pangkalan, sehingga aku harus menunggu untuk beberapa menit. Setelah beberapa menit akhirnya bus yang aku tunggu datang. Aku masuk, namun seperti yang terjadi di terminal jombang, aku mengangkat koper besar itu sendiri. Bapak kenek nya hanya diam saja. Aku hanya mengumpat dalam hati, ne orang g punya hati apa ngeliat anak perempuan ngankat2 koper segede itu sendiri. Tapi y sudahlah aku juga tidak terlalu memikirkan itu. Setelah kira2 setengah jam aku sampai di perempatan MM UGM. Kali ini aku berharap bapak keneknya mau mengangkatkan koper ku, karna keadaan waktu itu jalan sangat ramai dan aku harus menyeberang. Eh, ketika aku berkata “kiri pak” bapak keneknya malah ngomel2 “mbak angkat saja sendiri itu koper, aku g mau ngankatin” padahal sekecap kata pun aku tidak meminta bapaknya mengangkatkan bawaanku. Dalam hati aku bergumam, hem dasar kenek g punya perasaan. Apa bedanya sih penumpang g bawa bawaan sama dengan bawa. Toh aku juga bayar. Kalau memang g ikhlas kenapa tadi g minta bayaran 2 kali sebagai ganti tempat yang tak pakai untuk koperku. Kalau g mau ngangkatin y udah g usah ngomel2 kaya gitu, toh aku juga g minta buat ngangkatin. Perlakuan bapak itu tadi sekaligus mengingatkanku pada kejadian 2 tahun yang lalu, ketika aku kehilangan “Handphone” di bus jalur 7. Aku merasa memang bus ini tidak memiliki servis yang baik, ketika aku mengadu kehilangan HP, malah aku yang di omelin, makanya kalau bawa barang di jaga dengan baik. Waktu itu aku sempat trauma naik bus ini lagi.
Kejadian di perempatan MM UGM sudah selesai. Setelah turun dari bus butut itu aku berniat naik taksi. Karena menurutku g mungkin aku naek ojek atau jalan kaki dengan barang bawaan yang segitu beratnya. Walaupun sebenarnya kos an aku g jauh dari MM UGM. Setelah aku menunggu beberapa saat akhirnya ada taksi lewat dan aku naek. Sama seperti kejadian sebelumnya aku mengangkat koper besar itu kedalam taksi sendirian. Aku sempat bergumam pada bapaknya, “ pak aku g kuat”. Bagasi nya aj di buka pak. Eh bapaknya malah diam aj dan Cuma liat aj. Hem, emosiku yang aku tahan2 sejak pagi serasa ingin ku muntahkan saja. Namun akhirnya masih bisa aku tahan. Akhirnya aku masuk ke taksi lewat pintu depan, karna pintu belakang aku buat untuk meletakkan koper. Setelah duduk, bapaknya tanya padaku. “ mbak mau kemana tujuannya” aku jawab” gudeg Yu narni pak” “oh dekat y mbak” bapaknya balik nanya pada ku. Aku jawab” iya pak”. “ tapi kalau dekat kena tarif minimal mbak. Iya pak. Dalam hatiku iy2 pak aku tau, tapi kalau kaya gitu mbok ya o barang nya itu di angkatin kenapa. Hem serasa mau meledak ne kemarahan. Sesampai di gang besar kos an, ku bilang m sopir taksi itu, “pak nanti masuk gang kecil itu y pak, rumah yang cat biru”. Sopir nya jawab” wah mbak ga bisa kalau masuk gang, mbak”. Hem dalam hati aku bilang “ wong mobil pick up aja bisa masuk ko pak” bapak mau bohongin saya?. Tapi ga tau kenapa susah banget mau ngomong kaya gitu ama bapaknya. Akhirnya bener bapaknya tetap gak mau masuk ke gang kecil kosku. Akhirnya aku di turunkan di depan gang itu. Bapaknya turun dan ngambil koper besar itu. Dan aku keluar dari taksi itu dan dengan kesalnya aku membanting pintu taksi. Tanpa aku bertanya berapa ongkosnya aku kasih uang lima puluh ribuan ke bapaknya. Dan bapaknya memberikan uang kembalian kepada ku. Dengan kesal aku ambil uang kembalian itu dan tanpa mengucapkan terima kasih aku langsung menyeret koper besar itu, dan dalam hati aku bergumam” tak akan aku mau naik taksi putih itu lagi”.
Serentetan kejadian menjengkelkan hari ini, memaksa aku menulis kritik kepada dinas perhubungan dan transportasi Indonesia. Sudah selayaknya pengguna jasa transportasi mendapatkan pelayanan yang layak. Begitu banyak kejadian tidak mengenakkan selama memakai jasa transportasi. Entah itu jasa kereta api, bus atau pun yang lainnya. Banyak kejadian pencopetan dalam bus ataupun kereta, namun sampai saat ini pun juga belum di tangani dengan baik oleh pihak keamanan terminal ataupun stasiun. Bukan hanya itu saja, sekarang di beberapa kota besar seperti di jakarta sering terjadi pelecehan seksual di dalam kereta KRL. Kasus ini pun sampai saat ini juga belum teratasi dengan baik. Dengan buruknya pelayanan jasa transportasi, jangan salahkan kalau masih banyak rakyat Indonesia yang tidak mengindahkan himbauan pemerintah untuk menggunakan angkutan umum untuk meminimalisir penggunaan BBM dan untuk mengurangi kemacetan di kota-kota besar. Bagaimana calon pengguna jasa transportasi mau mengindahkan himbauan itu, kalau itu tidak di barengi perbaikan pelayanan. Sudah saat nya dilakukan semacam peringatan dan atau training khusus kepada pada pengusaha jasa transportasi agar pelayananan nya bisa ditingkatkan. Baik kepada sopir, kenek maupun kondektur bus misalnya. Berapa banyak korban yang sudah jatuh akibat aksi kebut para sopir bus seperti bus “S**** K******” yang akhir2 ini namanya sudah di ganti dengan nama lain. Namun yang berganti hanyalah namanya, tidak dengan pelayanan nya, toh di jalan2 masih terlihat aksi kebut itu oleh sopirnya. Mungkin ini hanya satu contoh saja, masih banyak contoh pelayanan jasa transportasi lain yang sudah selayaknya ditingkatkan demi keamanan dan kenyamanan para calon pengguna jasa transportasi.
No comments:
Post a Comment